Kamis, 13 Oktober 2016


Bagi PM Sogavare Dari Kepulauan Solomon, ‘Selingkuh’ Lebih Baik Daripada Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga
Oleh : Jonah Telenggeng (Maybrat, Papua Barat)

Di mata Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, isu Papua Barat ibarat ‘perselingkuhan’ dalam perjalanan karir politiknya. ‘Rumah tangga’ Sogavare saat ini sedang mendapat cobaan berat. Menyelesaikan urusan dalam negeri bagaikan menghadapi amukan istri yang telah dikhianati.


Tentangan berkepanjangan dari lawan-lawan politik, pertumbuhan ekonomi yang merosot dan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap bantuan luar negeri, menjadikan mereka sangat vokal terhadap isu Papua Barat. Isu Papua Barat ibarat bola sepak yang mereka seenaknya tendang untuk  menjadikan tontonan umum guna mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya di dalam negeri.


Sogavare menjadi PM Kepulauan Solomon sejak Desember 2014. Ini adalah ketiga kalinya ia menduduki jabatan PM di negara Pasifik berpenduduk 500 ribu jiwa itu. Sebelumnya, ia menjabat sebagai PM pada tahun 2000-2001 dan 2006-2007. Dua periode kepemimpinan yang sangat singkat itu diwarnai resesi ekonomi sebesar delapan persen pada tahun 2001, mosi tidak percaya oleh parlemen pada bulan Desember 2007, dan kebijakan yang merusak hubungan negara itu dengan Australia.
Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare
Sogavare menuduh Australia mem-bully negara kepulauan itu ketika Australia menolak membantu kepolisian Kep. Solomon pada kerusuhan yang terjadi tahun 2006. Ia mengusir Duta Besar Australia Patrick Cole dan melindungi Julian Moti, mantan Jaksa Agung Kep. Solomon, yang terancam ekstradisi ke Australia karena tuduhan seks dengan anak di bawah umur.


Memburuknya hubungan dengan Australia, donor utama negara kepulauan itu, membuat aliran dana segar dari Taiwan menjadi lebih penting bagi Sogavare. Taiwan, yang selama ini selalu mencari kesempatan untuk menjalin hubungan dengan negara-negara di Pasifik, langsung memanfaatkan peluang ini.


Wakil PM Douglas Ete menyatakan bahwa Taiwan memberikan dana sebesar 80 juta dolar Solomon (10 juta dolar AS) per tahun, 50 juta dolar diantaranya dibayarkan kepada lima puluh anggota Parlemen. Dari total bantuan itu, 10 juta dolar dialokasikan untuk kementerian Pendidikan dan 10 juta dolar untuk Dana Pembangunan Nasional. Sepuluh juta dolar sisanya raib begitu saja.


Ete meminta Sogavare menjelaskan keberadaan sisa dana sebesar 10 juta dolar itu namun Sogavare menolak untuk membukanya kepada publik. Segera setelah mengungkap hal ini, Ete mengundurkan diri. Ia menyatakan ‘saya sudah hilang kepercayaan pada ketua Pemerintahan Koalisi Demokratis untuk Perubahan (Sogavare) dan kepemimpinannya.”


Sogavare tenggelam dalam ilusi bahwa mereka mendapat sorotan dunia internasional karena mendukung Papua Barat berpisah dari Indonesia. Mereka melarikan diri dari masalah dalam negeri dan memilih menjauh untuk mengikuti ‘godaan’ isu Papua Barat. Pertemuan MSG, PIF dan Pacific Coalition on West Papua (PCWP) yang mereka hadiri baru-baru ini tak ubahnya seperti janji kencan dengan wanita idaman lain.
Terlena dengan nafsu, Sogavare menyatakan bahwa “Papua Barat memiliki hak menentukan nasib sendiri”. Kata-kata yang diucapkan layaknya pasangan selingkuh yang ingin meyakinkan diri bahwa mereka melakukannya atas dasar cinta dan bukan sekedar birahi.


Sogavare lupa, bahwa setiap hari provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia sudah menentukan nasib mereka sendiri. PM Sogavare gagal menerima kenyataan bahwa kedua provinsi itu mempraktekkan demokrasi dan telah memiliki pemimpin dari etnis mereka sendiri. Lebih parahnya, mereka juga tidak mau percaya bahwa mayoritas masyarakat Papua Barat ingin membangun provinsinya menjadi lebih makmur dan sejahtera di dalam satu kesatuan negara Indonesia.


Bukannya menghadapi secara jantan situasi politik dalam negeri yang kacau, pertumbuhan ekonomi yang lemah dan menyelesaikan masalah dalam negerinya, Sogavare malah memainkan peran sebagai orang kuat dan menggaungkan separatisme Papua. Bagi PM Kepulauan Solomon itu, mendukung separatisme Papua tampaknya lebih seksi, lebih memikat, dan memberi mereka tempat untuk lari dari kenyataan. (YK)


11 komentar:

Salamun mengatakan...

Bagai mana bisa selesaikan masalah orang lah masalah sendiri saja berantakan

Sulaiman mengatakan...

Gajah dipelupuk mata taktampak semut disebrang lautan nampak

Sanjai mengatakan...

Itu lagi

Cilok mengatakan...

Kampret.. ko urus ko pu negara saja

Jelita mengatakan...

Pejabat negara ko malah malu-maluin, sex dengan anak dibawah umur...
Urus negara senidiri belum selesai,,, ko buat apa urus negara orang,, orang2 seperti kamu lah yang merusak hubungan bilateral...

murib mengatakan...

tak pantas menjadi pemimpin negara,,,

tendison mengatakan...

pemikiran dengan rambut sama-sama susah dimengerti

tino mengatakan...

ini potret pemimpin yang salah jalan,,,,kesasar tak mengerti apa apa... masalah rumah tangga berantakan.

zobrist mengatakan...

itu sudah

martin Wey mengatakan...

tak ada gading yang tak retak

Muscle Wenda mengatakan...

goblok